"SELAMAT DATANG"

"SELAMAT DATANG DI BLOG CAT'S LOVER CHII CHOBITS"
blog yang akan memberikan semua informasi yang kalian butuhkan.....~^^~

Minggu, 20 November 2011

Ringkasan Tentang Sumber-sumber Hukum

A. Arti Sumber Hukum
Sumber Hukum memiliki 2 (dua) arti yaitu Sumber Hukum dalam arti materiil dan Sumber Hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil lebih menekankan pada permasalahan "mengapa hukum itu mengikat" dan "apa kekuatan hukum yang membuat hukum itu memiliki sifat mengikat". Sedangkan sumber hukum dalam arti formal lebih membahas tentang "dimana dapat ditemukan aturan-aturan hukum tersebut."
Pada saat mempelajari ilmu hukum positif, sumber hukum dalam arti formal lebih penting dibandingkan sumber hukum dalam arti materiil. Hal ini dikarenakan sumber hukum dalam arti formal itu menjelaskan tentang dimana menemukan ketentuan-ketentuan hukum untuk dapat mengetahui apa hukum positif Indonesia itu sebenarnya.
Sumber hukum dalam arti formal penting bagi pengetahuan dan penguasaan hukum positif untuk keperluan praktis, sedangkan sumbur hukum dalam arti materiil merupakan suatu usaha pendalaman teoritis tentang hukum.

B. SUMBER HUKUM MATERIIL
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa sumber hukum materiil lebih menekankan pada penjelasan tentang hukum itu sendiri, berupa sifat-sifat hukum, landasan sifat hukum itu dan sebagainya. Sumber hukum materiil juga membahas tentang mengapa orang mentaati hukum. Ada sebuah perspektif bahwa sebuah masyarakat mentaati hukum karena takut akan sanksinya, ada juga yang mengetakan karena memang orang itu taat dan soleh yang dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk, ada juga anggapan bahwa masyarakat tunduk pada hukum karena pengaruh lingkungannya,dan masyarakat mentaati hukum karena adanya alasan-alasan pragmatis. Dimana ketentuan hukum yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan atau pengaruh budaya termasuk agama, peraturan hukum dinamakan sebagai netral budaya (cullturally noutral). Akhirnya dapat dikatakan bahwa orang mentaati hukum karena kombinasi semua faktor yang telah disebutkan tadi.
Namun akan berbeda penjelasanya jika melihat dari pandang teori-teori, contohnya teori hukum alam atau kodrati (natural lae theory) mengatakan bahwa orang mentaati hukum karena Tuhan atau alam menghendaki  demikian. aliran ini mendasarkan pada akal atau rasio manusia itu sendiri. Dilihat dari teori positivis atau aliran positivisme beranggapan bahwa orang tunduk pada hukum (atau undang-undang) karena hukum itu merupakan kehendak penguasa yang dapat dipaksakan. Sehingga dalam mempelajari hukum positif persoalan  sumber hukum dalam arti materiil merupakan persoalan yang "meta-yuridis" atau persoalan yang terletak di luar hukum.
C. SUMBER HUKUM FORMAL
Sumber hukum formal berkaitan dengan masalah atau persoalan dimana seseorang dapat menemukan peraturan atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang kemasyarakatan/kehidupan manusia.
Sumber hukum dalam arti formal adalah :
3.1 undang-undang, 3.2 kebiasaan, 3.3 keputusan pengadilan, 3.4 traktat atau perjanjian, 3.5 pendapat ahli hukum terkemukan sebagai sumber tambahan.

3.1 Undang-undang
Hukum sering berbentuk undang-undang, yaitu hukum yang tertulis yang merupakan produk legislatif (perundangan-undangan) hasil kerjasama antara pemerintah dengan parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat. Bentuk hukum tertulis macam ini dinamakan undang-undang dalam arti formal. Namun untuk pengertian undang-undang dalam arti materiil adalah semua produk hukum tertulis dari yang tingkat daerah sampai tingkat nasional. Bedanya dengan undang-undang dalam arti formal adalah bahwa semua peraturan atau ketentuan hukum tertulis ini bukan merupakan produk legislatif hasil kerjasama Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Segala bentuk hukum tertulis yang merupakan undang-undang formal dan materiil tercangkup dalam istilah ketentuan perundang-undangan. istilah cangkupan ini meliputi baik produk hukum tertulis tingkat daerah sampai tingkat nasional. sehingga dapat disimpulkan bahwa, undang-undang formal bisa disebut dengan Undang-undang saja, sedangkan undang-undang materiil bisa disebut dengan Peraturan perundang-undangan yang cangkupannya lebih luas dibandingkan undang-undang formal.
Pada hirarki perundang-undangan, menempatkan Undang-undang Dasar pada tingkat teringgi. Yang memiliki arti segala ketentuan hukum tertulis tidak boleh bertentangan atau harus sesuai dengan Undang-undang Dasar, yaitu Undang-undang Dasar (untuk Indonesia). Tentang urutan perundang-undangan dimuat dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang menetapkan sebagai berikut :
"Bentuk-bentuk Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menurut Undang-undang Dasar 1945 ialah sebagai berikut :

  • Undang-undang Dasar Republik Indonesia,
  • Ketetapan MPR,
  • Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,
  • Peraturan Pemerintah,
  • Keputusan Presiden,
  • Peraturan-peraturan Pelaksana lainnya seperti :
    • Peraturan Menteri,
    • Instruksi Menteri,
    • dan lain-lainnya."
Hirarki tersebut juga dilandasi dengan beberapa asas yaitu Asas Lex superior derogat legi inferior yang memiliki arti suatu ketentuan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi tingkatannya demi untuk kepastian hukum. Selain asas itu juga ada Asas Lex posterior derogat legi priori artinya ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan kemudian mengalahkan ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan lebih dulu. Dan Asas Non-retroaktif  berarti tidak boleh ditetapkan ketentuan perundang-undangan dengan berlaku surut. Ketiga asas ini sangat penting demi kepastian hukum itu sendiri.
3.2 Kebiasaan (termasuk adat)
Kebiasaan merupakan sumber hukum formal kedua dalam sistem hukum Indonesia. Kebiasaan ini merupakan sumber hukum yang penting tidak saja kerena belum atau tidak semua ketentuan hukum itu telah dituangkan dalam bentuk hukum tertulis, tetapi kebiasaan itu penting juga karena kehidupan masyarakat terus berkembang.
Kebiasaan adalah poal tindak yang berulang mengenai sesuatu hal atau peristiwa yang sama atau bersamaan yang terjadi dalam masyarakat dalam bidang kegiatan tertentu. Kebiasaan untuk menjadi atau dianggap sebagai hukum diperlukan dua unsur. Selain pola tindak yang berulang (kebiasaan/adat) diperlukan juga pendapat masyarakat yang menerimapola tindak yang berulang itu sebagai sesuatu hal yang dipatuhi diterima sebagai aturan yang mengikat (opinio iuris necessitatis).
3.3 Keputusan Pengadilan
Keputusan pengadilan itu berfungsi memberikan kepastian bahwa keputusannya itu adalah kaidah atau norma yang harus dipatuhi dalam perkara itu.Kekuatan pengadilan mengenai suatu perkara baru berlaku secara pasti setelah mendapat kekuatan tetap, artinya dikuatkan dalam perkara banding pada tahap pengadilan yang lebih tinggi untuk mengajukan banding.
Dalam sistem hukum Indonesia, keputusan pengadilan hanya mempunyai kekuatan mengikat bagi perkara yang diadili itu dan pihak-pihak yang berperkara dalam sengketa tersebut. keputusan itu tidak memiliki kekuatan mengikat secara umum walaupun bagi peristiwa atau perkara yang serupa. Berbeda dengan sistem hukum Inggris atau Amerika dimana keputusan pengadilan itu mempunyai kekuatan mengikat bagi perkara-perkara serupa lainnya (rule of binding precedent atau stare decisis).Walaupun dalam sistem hukum nasional Indonesia keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan mengikat, namun palaing tidak kumpulan keputusan pengadilan atau yurisprudensi demikian mempunyai kekuatan yang cukup meyakinkan (persuasive).
Menurut Montesquieu dalam L'Esprit de Lois (semangat dari undang-undang) mengatakan bahwa hakim itu hanya merupakan corong dari perundang-undangan, artinya keputusan pengadilan itu  hanya menerapkan undang-undang yang berlaku. Namun pada masa kini tugas hakim atau pengadilan selain mengungkapkan hukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, juga melakukan penemuan hukum atau pembentukan hukum dalam hal itu diperlakukan.
Dengan kata lain dalam sistem hukum Indonesia yang dapat dikatakan merupakan sistem hukum tertulis yang terbuka, kedudukan hakim atau pengadilan itu cukup penting sebagai sumber hukum.
3.4 Traktat atau Perjanjian Internasional
Traktat atau Perjajian Internasional yaitu persetujuan yang oleh Indonesia diadakan dengan negara atau negra-negra lain dimana Indonesia telah mengikat diri untuk menerima hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang diadakannya itu. Traktat atau Perjanjian Internasional itu tidak cukup hanya ditandatangani oleh Indonesia, namun harus pula diratifikasi (mendapatkan pengesahan) sebelum perjanjian itu mengikat.
Berlainan dengan sistem Inggris yang menganut Teory Transformasi, dalam sistem hukum Indonesia tidak perlu ditetapkan undang-undang nasional yang memuat isi (materi atau subtansi) konvensi atau perjanjian internasional itu sebelum isi perjanjian itu berlaku dan mengikat. Perjanjian Internasional itu sudah mengikat setelah dilakukan ratifikasi yang dalam hal traktat dilakukan dengan undang-undang, yakni dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Traktat yang diratifikasi itu dilampirkan pada undang-undang ratifikasi dalam bahasa resmi traktat atau perjanjian itu.
3.5 Pendapat para Sarjana Hukum terkemuka sebagai sumber tambahan
Pendapat sarjana hukum terkemuka sebagai sumber tambahan cukup penting karena ada kalanya bahkan sering, fenomena hukum kebiasaan itu tidak tampak bagi masyarakat. Karena bukan merupakan sumber langsung bagi keputusan, melainkan membantu hakim dalam mengambil keputusan , maka pendapat sarjana hukum terkemuka atau doktrin itu merupakan sumber hukum tambahan.
Di dalam hukum Internasional, yang berlain dengan hukum nasional, tidak mengenal perundang-undangan yang tertulis yang bisa diterapkan oleh hakim, pendapat para ahli hukum yang terkemuka mempunyai kedudukan yang lebih penting. Demikian juga dalam hukum adat, dimana pendapat sarjana hukum terkemuka direkem dalam buku-buku hukum (rechtsboeken). Yang nantinya isinya harus selalu diperbaharui dengan beriringnya jaman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar